Meninjau Urgensi Pengembangan Kendaraan Listrik Nasional

G20 juga menjadi wujud komitmen dalam green energy Pemerintah Indonesia dengan menyiapkan kendaraan listrik, baik bagi para Pemimpin, delegasi resmi, maupun jurnalis, untuk berkegiatan di kawasan Nusa Dua. (CNBC Indonesia/Tri Susilo) 

Foto: G20 juga menjadi wujud komitmen dalam green energy Pemerintah Indonesia dengan menyiapkan kendaraan listrik, baik bagi para Pemimpin, delegasi resmi, maupun jurnalis, untuk berkegiatan di kawasan Nusa Dua. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Akhir-akhir ini pembahasan mengenai rencana pemerintah dalam memberikan insentif pembelian maupun konversi kendaraan listrik cukup banyak beredar di media. Dalam pembahasan tersebut, muncul polemik mengenai apakah insentif tersebut tepat sasaran. Namun, terlepas dari polemik dan apakah transisi energi di sektor transportasi semacam ini merupakan transisi energi yang berkeadilan, kita perlu melihat urgensi percepatan elektrifikasi kendaraan bagi Indonesia.

Pertama, elektrifikasi kendaraan saat ini merupakan mega tren global, yang merupakan bentuk pemenuhan komitmen dunia dalam melawan perubahan iklim. Jika kita lihat, tren pertumbuhan kendaraan listrik tidak lagi berpola pertumbuhan yang stabil, namun sudah mulai terjadi lonjakan pertumbuhan di berbagai negara. Hal ini salah satunya didorong oleh perkembangan industri dan teknologi kendaraan listrik.

Dari sisi industri, berdasarkan data BloombergNEF per tahun 2022, sudah terdapat sekitar 500 model mobil listrik di dunia, atau meningkat 5 kali lipat dibandingkan 5 tahun lalu. Sementara itu dari sisi teknologi, jarak tempuh mobil listrik saat ini sudah mencapai sekitar 350 km, dan hanya dalam kurun waktu 2 tahun (2017-2019) jarak tempuh rata-rata dapat melonjak sekitar 100 km setelah sebelumnya memerlukan waktu 7 tahun untuk mengembangkan jarak tempuh mobil listrik dari sekitar 100 km ke 200 km.

Pertumbuhan kendaraan listrik

Kedua, sebagai negara yang memiliki memiliki keunggulan komparatif berupa mineral yang dibutuhkan untuk baterai kendaraan listrik, Indonesia perlu segera membangun rantai nilai kendaraan listrik di dalam negeri. Jika tidak, mineral Indonesia hanya akan berpindah lebih cepat ke negara-negara yang mempercepat transisi energinya. Selain itu, sudah umum diketahui bahwa Indonesia adalah negara net importir minyak. Elektrifikasi kendaraan, berdasarkan hitungan pemerintah dapat menghemat sekitar 1,500 liter BBM per tahun per kendaraan roda 4, dan untuk setiap kendaraan roda 2 penghematannya sekitar 355 liter BBM per tahun. Oleh karena itu, jelas bahwa elektrifikasi di sektor transportasi akan memperkuat ketahanan nasional.

Range Anxiety

Permasalahannya, pengembangan sektor kendaraan listrik bukanlah hal yang mudah. Insentif pembelian kendaraan listrik memang secara positif akan membantu konsumen untuk memiliki kendaraan listrik dan sekaligus produsen dalam mendorong perkembangan usahanya. Namun, insentif pembelian kendaraan listrik saja belum cukup. Terdapat berbagai faktor penghambat penyebaran kendaraan listrik secara global, yang salah satunya adalah kekhawatiran pengguna terhadap jarak tempuh atau biasa disebut sebagai “range anxiety”. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan pengembangan infrastruktur pengisian daya dan penukaran baterai (swapping). Namun, berbeda wilayah berbeda pula pendekatan pengembangan infrastrukturnya.

Sebagai contoh, Norwegia dan Amerika Serikat merupakan negara dengan sektor rumah tangga yang memiliki garasi besar. Hal ini mendorong pembangunan infrastruktur pengisian daya rumahan di kedua negara tersebut. Lain halnya dengan Cina, yang penduduknya cenderung menggunakan transportasi pribadi untuk keperluan transportasi dalam kota dan relatif tidak memiliki garasi luas. Fasilitas pengisian daya umum lebih diminati. Namun, karena pengisian daya umum memiliki waktu tunggu yang relatif lama, baik perusahaan swasta maupun pemerintah Cina kemudian mengembangkan sistem swapping, dan meningkatkan infrastruktur pengisian daya cepat di negara tersebut. Sementara itu di India, sistem swapping lebih diminati oleh pengemudi kendaraan listrik roda 3 yang mendominasi pertumbuhan kendaraan listrik di negara bagian Uttar Pradesh, karena waktu penggantiannya yang cepat.

Tipping Point Indonesia

Indonesia sebagai negara dengan ekosistem ojek online (ojol) yang kuat, memiliki peluang untuk mendapatkan tipping point elektrifikasi kendaraan melalui ekosistem tersebut. Selain itu, melalui ekosistem ojol, pemerintah setidaknya dapat memastikan bahwa transisi energi di sektor transportasi lebih berkeadilan karena penerima manfaat dari ekosistem ini cukup luas.

Untuk mengatasi range anxiety, sistem pengisian daya cepat dan swapping lebih cocok diterapkan untuk elektrifikasi ojol karena aliran mobilitas yang tinggi. Selain itu, skala ekonomi dari bisnis infrastruktur tersebut dapat dicapai melalui ekosistem ojol yang cukup besar di Indonesia, sehingga memberikan peluang pertumbuhan ekosistem kendaraan listrik secara lebih luas.

Namun, khususnya untuk https://itusiapalagi.com mendorong perkembangan sistem swapping, pemerintah perlu memberikan berbagai dukungan. Hal ini karena model bisnis “battery as a service” rentan terhadap risiko teknologi dan memerlukan skala ekonomi untuk mendukung pertumbuhan bisnisnya. Selain itu, terdapat tantangan dalam standardisasi baterai untuk memastikan bahwa baterai dapat digunakan berbagai model kendaraan. Untuk itu, pemerintah perlu memastikan penerapan standardisasi baterai, dan ikut berinvestasi pada penelitian dan pengembangan sistem swapping.

Sebagai penutup, insentif untuk kendaraan listrik jelas diperlukan dan lazim diterapkan di negara lain dalam mendukung tren elektrifikasi kendaraan, setidaknya hingga mencapai tipping point. Indonesia sebagai negara yang berkomitmen terhadap perubahan iklim perlu ikut serta dalam mendorong perkembangan tren kendaraan listrik. Tentu saja menggunakan strategi pengembangan yang sesuai dengan kondisi, keunggulan, dan kemampuan Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*