Reformulasi Penilaian Kinerja Pelaksanaan APBN Dalam Catatan

INFOGRAFIS, Simak Deretan Manfaat Apbn Jokowi Di 2018

Foto: Ilustrasi anggaran negara (Edward Ricardo/CNBC Indonesia)

Belanja Negara memiliki peran signifikan dalam pertumbuhan dan pemulihan ekonomi nasional. Namun, kualitas pelaksanaannya selama ini dirasa masih kurang baik, ditandai dengan lambannya realisasi anggaran belanja kementerian/lembaga (K/L) di awal tahun anggaran dan terjadinya penumpukan belanja di akhir tahun anggaran.

Pemerintah selalu berupaya meningkatkan kualitas pelaksanaan anggaran K/L. Salah satu upaya untuk mendorong kualitas pelaksanaan anggaran yang dilakukan adalah reformulasi sistem penilaian kinerja pelaksanaan anggaran. Sistem ini mengukur kualitas pelaksanaan anggaran belanja K/L menggunakan Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran (IKPA).

Baca:Jokowi Bilang APBN Dieman-eman, Dana KL Bisa Dipangkas Lagi?

Reformulasi IKPA ini dilakukan untuk lebih menguatkan value for money, mendorong akselerasi belanja dan pencapaian output belanja, dan menerapkan fairness treatment (kewajaran perlakuan) penilaian.

Di tahun sebelumnya, kualitas belanja K/L tidak lagi diukur menggunakan 13 indikator, di tahun 2022 disederhanakan menjadi delapan indikator saja. Lima indikator yang sudah tidak relevan dihapuskan, namun indikator yang ada dipertajam dengan mengubah target dan formula perhitungan serta menambahkan komponen indikator.

Indikator-indikator mengukur kualitas pelaksanaan anggaran daru tiga aspek, yaitu aspek kualitas perencanaan anggaran, aspek kualitas pelaksanaan anggaran, dan aspek kualitas hasi pelaksanaan anggaran.

Aspek pertama, kualitas perencanaan anggaran diukur menggunakan dua indikator, yaitu Revisi DIPA dan Deviasi Halaman III DIPA dengan bobot masing-masing 10%. Indikator Revisi DIPA mengukur kualitas rencana dari segi jumlah revisi dokumen anggaran (DIPA) yang dilakukan.

Indikator Deviasi Halaman III DIPA mengukur kualitas rencana penarikan dana bulanan yang tercantum pada Halaman III DIPA dibandingkan realisasinya. Dalam hal ini aspek perencanaan anggaran akan semakin baik apabila revisi DIPA tidak sering dilakukan dan rata-rata deviasi rencana penarikan dana dibandingkan realisasi anggaran bulanan rendah.

Aspek kedua, kualitas pelaksanaan anggaran diukur dengan lima indikator. Kelima indikator tersebut, yaitu Indikator Penyerapan Anggaran dengan bobot (20%), disusul Indikator Belanja Kontraktual, Indikator Penyelesaian Tagihan, dan Indikator Pengelolaan Uang Persediaan (UP) dan Tambahan Uang Persediaan (TUP) yang memiliki bobot masing-masing 10%, serta Indikator Dispensasi Surat Perintah Membayar (SPM) dengan terkecil sebesar bobot 5%. Pengukuran aspek ini dilakukan untuk mendukung upaya akselerasi belanja K/L sehingga realisasi bulanannya lebih merata dan tidak terjadi penumpukan di akhir tahun anggaran.

Indikator Penyerapan Anggaran mengukur kualitas realisasi belanja K/L berdasarkan rata-rata capaian target realisasi anggaran triwulanan. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, target penyerapan triwulanan tahun 2022 lebih menantang dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Target realisasi anggaran tahun ini dihitung berdasarkan jenis belanja. Target triwulanan realisasi tahun 2021 adalah triwulan 15%, triwulan II 45%, triwulan III 60%, dan triwulan IV 95%. Target realisasi anggaran tahun ini dihitung berdasarkan jenis belanja. Di tahun 2022, target realisasi per jenis belanja triwulan I adalah 10-25%, triwulan II 40-50%, triwulan III 70-75%, dan triwulan IV 90-95%.

Indikator Belanja Kontraktual mengukur tingkat kepatuhan penyampaian data kontrak, kecepatan penandatangan kontrak dan kecepatan penyelesaian belanja modal. Penilaian Belanja Kontraktual dimaksudkan untuk mendorong percepatan proses pengadaan barang/jasa sejak awal tahun dan penyampaian data kontrak secara tepat waktu.

Indikator Penyelesaian Tagihan mengukur kepatuhan K/L dalam melaksanakan kewajibannya membayar tagihan pihak ketiga secara tepat waktu. Melalui penilaian ini diharapkan dapat penyedia barang/jasa pemerintah memperoleh haknya secara tepat waktu, sehingga pelaksanaan kegiatan/proyek pemerintah berjalan dengan lancar, manfaatnya dapat segera dirasakan masyarakat, dan mempercepat multiplier effect pengeluaran pemerintah.

Indikator Pengelolaan UP dan TUP mengukur tingkat efektifitas pengelolaan uang persediaan tunai yang dikelola Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran Pembantu. Unsur-unsur yang dinilai pada indikator ini adalah ketepatan waktu penyampaian pertanggungjawaban Uang Persediaan, persentase pertanggungjawaban UP yang disebulankan dan proporsi setoran sisa TUP.

Penilaian itu dimaksudkan untuk mengurangi idle cash/cost of fund uang persediaan pada kas dan rekening Bendahara Pengeluaran, dan mendukung efektifitas cash management Bendahara Umum Negara.

Indikator Dispensasi SPM mengukur kepatuhan K/L dalam melakukan pembayaran kepada pihak ketiga agar tidak melewati batas waktu akhir tahun anggaran. Dispensasi SPM dapat diberikan atas keterlambatan penyampaian SPM ke KPPN pada akhir tahun anggaran.

Semakin banyak dispensasi SPM maka nilai indikator ini akan semakin rendah. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kecepatan pembayaran tagihan dan mengurangi penumpukan pencairan dana pada akhir tahun.

Aspek ketiga, kualitas hasil pelaksanaan anggaran hanya diukur menggunakan satu indikator yaitu Capaian Output. Indikator ini mengukur ketercapaian target output belanja dan ketepatan waktu penyampaian laporannya. Indikator ini mempunyai bobot terbesar yaitu 25%. Hal ini dimaksudkan untuk mendorong akselerasi pelaksanaan kegiatan/proyek dan partisipasi satker K/L menyampaikan laporan yang berkualitas.

Berdasarkan data yang penulis peroleh, realisasi belanja K/L pada awal tahun ini menurun dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. Realisasi anggaran K/L semester I 2022 sebesar Rp393,8 triliun atau 35,2% dari pagu total sebesar Rp1.119 triliun, atau turun 1,5% dibandingkan Semester I 2021 yang mencapai Rp449,6 triliun atau 36,7% dari pagu total sebesar Rp1.226 triliun.

Penurunan realisasi belanja tersebut terjadi pada sebagian besar K/L. Dari sejumlah jumlah 84 K/L pengguna anggaran, ada 59 K/L yang mengalami penurunan realisasi anggaran dan hanya 20 K/L yang mengalami peningkatan realisasi.

Adapun penurun siginfikan terjadi pada Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah 50%, Komisi Pemilihan Umum 29%, Badan Pengawas Pemilihan Umum 17%, Badan Nasional Pengelola Perbatasan 16%, dan Badan Pusat Statistik 14%.

Penyebab penurunan capaian realisasi anggaran awal tahun K/L tersebut disebabkan antara lain adanya kebijakan baru pemerintah yang harus dilaksanakan. Setidaknya ada empat kebijakan baru yang berdampak pada realisasi belanja yaitu blokir pagu anggaran automatic adjustment, implementasi aplikasi SAKTI (Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi) full module, gerakan nasional bangga buatan Indonesia, dan reorganisasi pada beberapa K/L.

Kebijakan self-blocking pagu anggaran Automatic Adjustment ini merupakan kebijakan dalam rangka menganstisipasi gejolak global. Perekonomian dunia termasuk Indonesia, saat ini terpengaruh situasi politik politik dunia yang memanas akibat perang Rusia-Ukraina.

Harga-harga komoditi yang naik, dan terganggunya kegiatan ekspor-impor berimbas pada pendapatan negara. Kebijakan ini berbeda dari tahun sebelumnya, dimana pemerintah melakukan beberapa kali refocusing atau pemotongan anggaran dalam menghadapi krisis dan ketidakpastian.

Kebijakan self-blocking ini mengakibatkan tingginya angka blokir anggaran di awal tahun. Kebijakan ini digulirkan dua kali, pertama dilaksanakan menjelang tahun anggaran (akhir November 2021), Menteri Keuangan meminta agar seluruh K/L agar mencadangkan anggarannya sebesar 5% dari total pagu belanja sumber dana rupiah murni, dan kedua pada bulan Mei 2022, K/L diminta agar mencadangkan Belanja Barang dan Belanja Modal dengan total sebesar Rp24,5 triliun. Dengan adanya blokir tersebut belanja/kegiatan/proyek yang dicadangkan tidak dapat dilaksanakan sampai revisi anggaran pembukaan blokir.

Mulai tahun anggaran 2022 ini, seluruh Satker K/L diharuskan menggunakan Aplikasi SAKTI secara penuh. Pada tahun sebelumnya, satker pada K/L lainnya hanya menggunakan modul dua modul saja, dan hanya satker di lingkungan Kementerian Keuangan yang mengimplementasikan SAKTI full module.

Mulai 1 Januari 2022, seluruh satker diharuskan menggunakan seluruh modul yang berjumlah sembilan yaitu modul administrator, modul penganggaran, modul komitmen, modul pelaksanaan anggaran, modul bendahara, modul persediaan, modul asset tetap, modul piutang dan modul GL pelaporan.

Penerapan SAKTI secara penuh ini membutuhkan kesiapan satker mulai dari persiapan dan pelaksanaannya. Proses pendaftaran user, pelatihan SDM, dan komitmen seluruh pejabat dan pengelola keuangan. Proses ini menyebabkan tertundanya pelaksanaan anggaran pada saat awal implementasinya, dan berdampak pada menurunnya capaian realisasi belanja pada awal tahun khususnya di triwulan I.

Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia ditegaskan Presiden pada tanggal 30 Maret 2022 melalui Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2022. Seluruh K/L diinstruksikan untuk menyusun dan melaksanakan kebijakan percepatan peningkatan penggunaan produk dalam negeri, produk UMKM dan koperasi dalam pengadaan barang/jasa pemerintah.

Dengan adanya instruksi ini, satker K/L perlu meninjau kembali paket-paket pengadaan barang/jasa yang telah direncanakan agar memenuhi tingkat TKDN produk barang/jasa yang dipersyaratkan. Di awal penerapannya, Satker K/L juga mengalami kendala kesulitan mendapatkan data TKDN produk barang/jasa yang dibutuhkan. Hal ini menyebabkan tertundanya kegiatan pengadaan barang/jasa yang seharusnya dapat diselesaikan pada Triwulan II.

Adanya reorganisasi pada beberapa K/L juga berpengaruh pada capaian realisasi belanja. Berdasarkan data yang diperoleh penulis, diawal tahun 2022 ini reorganisasi dilakukan antara lain oleh Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, dan Badan Pengawasan Pemilihan Umum.

Dengan adanya reorganisasi berupa pemekaran, http://berikanlah.com/ likuidasi, dan penggabungan unit organisasi pada K/L tersebut, perlu disusun kembali dokumen alokasi anggaran, penetapan pejabat/pengelola keuangan baru, penghapusan user lama dan pendaftaran user baru aplikasi SAKTI, dan persyaratan pelaksanaan anggaran lainnya. Hal ini berdampak pada tertundanya capaian realisasi anggaran yang telah ditetapkan sebelumnya.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa adanya kebijakan baru pemerintah akan berdampak pada kualitas belanja K/L. Kebijakan baru sebagaimana disebutkan di atas adalah dimaksudkan untuk menciptakan good governancespending better, akuntabilitas belanja pemerintah dan berpihak pada rakyat. Meskipun pada awal penerapannya berdampak pada penurunan realisasi anggaran, penulis optimis bahwa pada periode berikutnya akan terjadi peningkatan kualitas pelaksanaan anggaran.

Penetapan sistem penilaian itu sendiri hendaknya ditetapkan sebelum tahun anggaran berjalan agar lebih efektif mendorong kualitas pelaksanaan anggaran. Reformulasi IKPA baru ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan pada 18 Maret 2022 melalui Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-5/PB/2022 tentang Petunjuk Teknis Penilai Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran K/L Tahun 2022. Hal ini juga mungkin menjadi penyebabkan kurang efektifnya upaya memacu akselerasi belanja K/L awal tahun 2022.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*