Foto: Sri Mulyani (kiri) dan Prabowo Subianto (kanan) (Tangkapan layar ig smindrawati)
Rencana modernisasi pertahanan melalui skema pembiayaan Pinjaman Luar Negeri (PLN) pada tahun fiskal 2022 memperoleh kemajuan setelah pada September 2022 Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menerbitkan Penetapan Sumber Pembiayaan (PSP) untuk Kementerian Pertahanan (Kemhan). PSP tersebut diterbitkan menyusul penerbitan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas mengajukan revisi Daftar Rencana Prioritas Pinjaman Luar Negeri (DRPPLN) untuk Kemhan senilai US$ 9,6 miliar pada Agustus 2022. Seperti telah diperkirakan sebelumnya, besaran PSP yang disetujui oleh Sri Mulyani pada tahun ini lebih kecil ketimbang usulan DRPPLN, namun hal demikian tidak menjadi masalah apabila melihat alokasi PLN untuk Kemhan periode 2020-2024 sebesar US$ 20,7 miliar.
Pada tahun ini, Sri Mulyani menyetujui skema PLN bernilai US$ 4,4 miliar untuk mendukung modernisasi pertahanan. Apabila digabungkan dengan PSP tahun lalu sebesar US$ 7,7 miliar, maka total alokasi PLN yang sudah disetujui oleh Sri Mulyani adalah US$ 12,1 miliar. Sehingga alokasi PLN yang tersisa adalah US$ 8,8 miliar untuk dibelanjakan pada tahun fiskal 2023 dan 2024 dengan asumsi bahwa PSP senilai US$ 12,1 miliar terserap semuanya dengan parameter penandatanganan loan agreement yang disusul pembayaran uang muka menggunakan dana Rupiah Murni Pendamping (RMP). Menyangkut alokasi PSP tahun 2022, terdapat beberapa hal yang patut untuk dicermati.
Pertama, pemenuhan dua DRPPLN. Berbeda dengan PSP 2021, PSP 2022 terdiri dari pemenuhan DRPPLN 2021 dan 2022 yang diajukan oleh Kementerian PPN/Bappenas. Dari nilai total US$ 4,4 miliar, terdapat US$ 244,4 juta yang ditujukan untuk memenuhi DRPPLN 2021, sedangkan US$ 4,1 miliar disediakan guna mewadahi DRPPLN 2022. Dari 13 kegiatan dalam PSP 2022, lima kegiatan di antaranya terkait dengan DRPPLN 2021 yang semuanya merupakan sistem pendukung dan tidak dapat dikategorikan sebagai major weapon systems.
Terdapat lima kegiatan yang sumber pembiayaannya berasal dari Kreditor Swasta Asing (KSA), sedangkan delapan kegiatan lainnya menggunakan sumber pembiayaan dari Lembaga Penjamin Kredit Ekspor (LPSE). Nilai sumber pembiayaan dari KSA US$ 393,1 juta, sedangkan sisanya berasal dari LPSE. Pola ini serupa dengan PSP 2021 di mana Kemenkeu lebih banyak menyetujui sumber pembiayaan dari LPSE daripada KSA. Sejauh ini, mayoritas LPSE yang membiayai pengadaan senjata berasal dari Eropa seperti UKEF.
Alokasi PLN sebesar US$ 4,1 miliar untuk memenuhi DRPPLN 2022 bukan saja untuk mengakuisisi sistem pendukung, tetapi pula guna membeli major weapon systems. Namun tidak semua kegiatan dalam PSP 2022 yang berasal dari DRPPLN 2022 untuk akuisisi senjata, sebab terdapat tiga kegiatan perbaikan major weapon systems yang kini beroperasi. Pemakaian PLN untuk perbaikan sistem senjata merupakan hal yang wajar karena anggaran rupiah murni dalam APBN tahunan Kemhan tidak cukup untuk membiayai perbaikan sistem senjata seperti kapal perang dan pesawat tempur.
Kedua, prioritas pengadaan. Mencermati PSP 2022, tergambar prioritas pengadaan senjata tahun ini khususnya major weapon systems. TNI Angkatan Udara menjadi prioritas pengadaan major weapon systems dengan nilai total US$ 3,6 miliar untuk membawa pulang dua jenis jet tempur buatan Dassault Aviation, Prancis, sementara TNI Angkatan Darat dan TNI Angkatan Laut tidak menjadi prioritas. Selain guna mencicil pembelian Rafale sebesar US$ 2,9 miliar, terdapat pula PLN senilai US$ 734,5 juta untuk membeli Mirage 2000 eks negara Teluk. Cicilan pembayaran Rafale diperlukan karena sejauh ini baru enam Rafale dari 42 unit yang kontraknya sudah efektif, sementara sisanya menunggu pembiayaan lanjutan dari Kemenkeu.
Pada sisi lain, prioritas PSP pada pembiayaan belanja major weapon systems TNI Angkatan Udara secara tidak langsung menolong Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dalam mewujudkan komitmennya kepada pemerintah Prancis dan Dassault Aviation. Hal ini membantu pula perwujudan ambisi Prabowo untuk membelikan TNI dengan senjata-senjata kelas wahid (tier one). Selain itu, PSP 2022 akan membantu kredibilitas Prabowo dalam melaksanakan tugasnya sebagai pembantu presiden di bidang pertahanan sehingga dapat menjadi modal politik untuk maju dalam pemilihan presiden 2024. Namun penting dicatat pula bahwa masih ada janji yang belum ditunaikan oleh Prabowo kepada Prancis, yakni rencana akuisisi kapal selam kelas Scorpene sebagaimana dinyatakan dalam konferensi pers bersama Menteri Angkatan Bersenjata Prancis Florence Parly pada 10 Februari 2022 di Jakarta.
Dengan penerbitan PSP 2022, kini Kemhan mempunyai http://cekikikan.com/ pekerjaan rumah untuk segera menandatangani kontrak pada 13 kegiatan yang telah disetujui oleh Sri Mulyani. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, harus disediakan RMP pada setiap kegiatan yang dibiayai oleh PLN. Kebutuhan RMP pada tahun fiskal 2023 secara teoritis berkisar antara US$ 308 juta hingga US$ 661 juta dengan asumsi nilai RMP antara 7% hingga 15% dari total nilai kegiatan. Mengacu pada data RAPBN 2023, Kemhan mendapatkan alokasi RMP sebesar Rp 5,2 triliun atau sekitar US$ 339 juta.
Saat ini setidaknya terdapat dua major weapon systems yang diincar oleh Prabowo akan tetapi belum mendapatkan PSP, yaitu kapal selam kelas Scorpene dan fregat FREMM. Berbeda dengan Scorpene, kontrak fregat FREMM telah ditandatangani pada 4 Juni 2021, namun sampai sekarang belum masuk masuk dalam PSP. Baik Scorpene maupun FREMM memang belum pernah tercantum dalam DRPPLN, sehingga menjadi pertanyaan apakah kedua sistem senjata buatan Eropa itu akan tercantum dalam DRPPLN pada dua tahun fiskal ke depan atau tidak? Apakah kapal selam dan kapal fregat itu akan mendapatkan bagian dari sisa alokasi PLN 2020-2024 sebesar US$ 8,8 miliar?