BI Tahan Bunga Acuan (Lagi), Apa Kabar Nasib Rupiah ke Depan?

Petugas menghitung uang di tempat penukaran uang Luxury Valuta Perkasa, Blok M, Jakarta, Kamis, 21/7. Rupiah tertekan pada perdagangan Kamis (21/7/2022) (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki) 

Foto: Petugas menghitung uang di tempat penukaran uang Luxury Valuta Perkasa, Blok M, Jakarta, Kamis, 21 Juli 2022 (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia edisi Juli 2022 telah memutuskan untuk kembali mempertahankan tingkat suku bunga acuan atau 7-Day Reverse Repo Rate (BI-7DRR) di level 3,5% dalam rangka memperkuat pemulihan ekonomi. BI-7DRR dipertahankan karena perkiraan inflasi inti yang masih terjaga.

Meskipun, BI akan tetap mewaspadai dan menyusun serangkaian mitigasi risiko kenaikan ekspektasi inflasi dan inflasi inti melalui penguatan operasi moneter dan stabilisasi nilai tukar.

Penguatan operasi moneter tersebut dilakukan melalui kenaikan struktur suku bunga di pasar uang dan penjualan SBN di pasar sekunder. Sementara, penguatan stabilitas nilai tukar melalui intervensi di pasar valas yang didukung dengan penguatan operasi moneter.



Di samping itu, BI dengan pemerintah (pusat dan daerah) akan terus-menerus melakukan koordinasi dalam rangka upaya untuk mengelola tekanan inflasi dari sisi suplai dan produksi serta mendukung ketahanan pangan. BI juga melakukan sinergi kebijakan dengan instansi lain dalam rangka stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta mendorong kredit/pembiayaan kepada dunia usaha pada sektor-sektor prioritas.

Keputusan untuk mempertahankan suku bunga acuan tersebut berdampak baik pada pada pelaku usaha. Potensi peningkatan biaya perusahaan, apabila kenaikan suku bunga BI tidak terjadi.

Selain itu, potensi pemutusan kerja akibat kebijakan efisiensi perusahaan tidak terjadi pula. Dengan demikian, usaha diperkirakan dapat tumbuh, serta potensi peningkatan pengangguran semakin kecil kemungkinannya.

Lantas bagaimana dengan kekhawatiran akan keluarnya dana asing yang dapat melemahkan nilai tukar domestik?
Peningkatan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat alias Fed Funds Rate (FFR) telah dilakukan beberapa kali tahun ini. Perinciannya 50 bps di Maret, 75 bps di Juni, dan diperkirakan 50-75 bps di Juli 2022; di mana FFR saat ini sebesar 1,5-1,75%.

Hal tersebut direspons investor dengan penarikan dana ke instrumen safe-haven, terlihat dari permintaan obligasi Amerika Serikat (AS) yang meningkat. Menyikapi hal tersebut, salah satu upaya untuk memitigasi peningkatan capital outflow yang akan memengaruhi mata uang domestik, yaitu meningkatkan tingkat suku bunga acuan agar yield instrumen obligasi lebih kompetitif.

Peningkatan FFR tersebut direspons oleh pasar keuangan domestik, antara lain yield SUN meningkat dan porsi kepemilikan asing pada SBN menurun. Yield SUN seri 10 tahun berada di level 7% sejak pertengahan Mei 2022, dimana sebelumnya berada di 6,4% – 6,9%. Di sisi lain, porsi kepemilikan investor asing pada SBN tradable menurun menjadi 15,45% per 20 Juli 2022, di mana posisi akhir 2022 berada di 19,05%. Selain itu, nilai tukar Rupiah juga mengalami pelemahan mencapai Rp14.988 (20/7/2022), sedangkan di akhir Desember 2021 sebesar Rp14.253.

Terlepas dari kondisi yang ada, BI merespons dengan tetap mempertahankan tingkat suku bunga acuannya. Hal tersebut memperlihatkan optimisme pemerintah terhadap fundamental ekonomi domestik saat ini di antaranya diperlihatkan dari inflasi inti yang masih relatif rendah di 2,63% pada Juni 2022, serta cadangan devisa yang meningkat pada Juni 2022 atau setara dengan 6,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri.

Fundamental ekonomi Indonesia yang cukup baik memberikan ruang yang lebih luas terhadap pemerintah dalam menghadapi ketidakpastian eksternal. Berkenaan dengan hal tersebut, concern terhadap strategi jangka panjang akan penguatan fundamental ekonomi Indonesia dalam menghadapi ketidakpastian pasar saat ini dan kedepannya yang diupayakan dan dievaluasi terus-menerus efektivitasnya.

Lantas strategi jangka panjang pemerintah seperti apa yang diupayakan dan dievaluasi terus-menerus efektivitasnya?
Pertama, upaya penurunan porsi capital yang dimiliki oleh investor asing pada portofolio keuangan, karena sifat dananya jangka pendek atau dapat sewaktu-waktu keluar, sehingga dapat memengaruhi volatilitas mata uang domestik. Apabila capital keluar secara besar-besaran di saat bersamaan, dapat mempengaruhi stabilitas perekonomian nasional, melalui kesulitan perolehan pendanaan karena capital yang keluar dalam jumlah besar, serta volatilitas nilai tukar karena asing keluar.

Penurunan porsi portofolio investor asing dapat dilakukan melalui peningkatan awareness masyarakat untuk berinvestasi pada instrumen keuangan yang diterbitkan di dalam negeri. Beberapa instrumen keuangan yang ada, antara lain: obligasi, saham, dan dana pensiun. Dengan demikian, likuiditas investasi di domestik akan semakin meningkat, yang pada akhirnya akan menurunkan porsi asing pada investasi keuangan di Indonesia.

Kedua, upaya peningkatan foreign direct investment ke Indonesia, karena sifat dananya jangka panjang, serta memberikan multiplier effect terhadap perekonomian melalui pembukaan lapangan kerja dan peningkatan produksi. Salah upaya pemerintah dalam rangka menarik minat investor asing untuk berinvestasi ke Indonesia, yaitu dikeluarkannya UU Cipta Kerja yang menjadikan proses perizinan kegiatan usaha kini lebih mudah dan cepat, di mana sebelumnya berbasis izin menjadi berbasis risiko.

Ketiga, upaya peningkatan ekspor dan investasi ke luar negeri karena akan meningkatkan pemasukan negara dalam denominasi valas yang dapat menguatkan nilai tukar Rupiah. Hal tersebut dapat dilakukan melalui dukungan pemerintah terhadap pelaku usaha ekspor.

Beberapa bentuk dukungan yang telah dilakukan pemerintah, antara lain program pembiayaan, serta asuransi dan penjaminan bagi pelaku usaha ekspor melalui Lembaga Penjaminan Ekspor Indonesia (LPEI); serta program pemberian hibah ke Pemerintah Asing/Lembaga Asing melalui Lembaga Dana Kerja Sama Pembangunan Internasional (LDKPI), dalam rangka membuka peluang kerja sama ekonomi, ekspor, investasi Indonesia ke luar negeri.

Keempat, pembatasan impor melalui peningkatan kapasitas http://tahapaun.com/ pangan dan industri domestik untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan pangan dan produk yang diperlukan di domestik; penekanan impor; serta mengutamakan belanja dari produk dalam negeri. Kementerian Perindustrian melaksanakan larangan terbatas, pemberlakuan inspeksi barang prakiriman, maupun pengaturan pelabuhan di wilayah timur Indonesia sebagai entry point untuk komoditas yang diutamakan; sebagai upaya pembatasan impor. Selain itu, Presiden Joko Widodo mengamanatkan agar agar 40% dari belanja APBN dan APBD digunakan untuk produk dalam negeri; hal ini dalam rangka membatasi impor, mendukung pertumbuhan ekonomi, serta mendorong unit, mikro, koperasi untuk tumbuh.

Tentunya, ada juga beberapa strategi pemerintah lain yang belum disebutkan. Dengan keterbatasan tulisan ini, penulis menganggap keempat strategi di atas telah mewakili strategi pemerintah jangka panjang dalam rangka menstabilkan nilai tukar, yang mana dapat juga kita anut. Beberapa di antaranya antara lain, turut berinvestasi di pasar keuangan domestik dalam rangka mendukung pendalaman pasar keuangan, mengutamakan belanja produk dalam negeri serta berwisata di dalam negeri serta tidak memegang dolar dalam jumlah besar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*